Surat asy-Syaikh Ibnu ‘Abdil Wahhab kepada 'Abdullah bin Muhammad bin 'Abdillathif Beserta Tegurannya Kepadanya

Surat asy-Syaikh Ibnu ‘Abdil Wahhab kepada 'Abdullah bin Muhammad bin 'Abdillathif Beserta Tegurannya Kepadanya

Beliau — semoga Allah merahmatinya dan menerangi kuburnya - juga memiliki tulisan berikut ini:

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.

Dari Muhammad bin 'Abdul Wahhab kepada 'Abdullah bin Muhammad bin 'Abdullathif — semoga Allah Ta'ala menjaganya -.

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Adapun kemudian;

Sungguh telah sampai kepada kami dari pihak kalian beberapa surat yang di dalamnya terdapat pengingkaran dan perkataan keras terhadapku. Sebagaimana dikatakan, "Engkau bersama mereka, maka terlintas dalam benakku sesuatu," karena Allah Subhanahu wa Ta'ala telah menyebarkan bagimu sebutan yang baik dan menanamkan di hati hamba-hamba-Nya kecintaan kepadamu yang tidak diberikan kepada banyak orang, disebabkan apa yang diceritakan tentangmu berupa penentangan terhadap para penguasa buruk sebelummu.

Demikian juga karena apa yang aku ketahui darimu berupa kecintaan kepada Allah dan Rasul-Nya, pemahaman yang baik, dan mengikuti kebenaran, meskipun tokoh-tokoh imam kalian menyelisihi engkau dalam hal itu, karena aku pernah bertemu denganmu sekitar dua puluh tahun yang lalu, dan aku serta engkau saling bertukar pikiran tentang sebagian tafsir dan hadis, dan engkau mengeluarkan untukku catatan-catatan dari Shahih al-Bukhari yang engkau tulis, dan engkau nukil pada catatan pinggirnya dari berbagai syarah, dan engkau berkata dalam masalah iman, yang disebutkan oleh al-Bukhari di awal kitab Shahih-nya, "Inilah kebenaran yang aku beragama kepada Allah dengannya," maka perkataan ini membuatku kagum, karena ia menyelisihi mazhab imam-imam kalian dari kalangan ahli kalam.

Engkau juga pernah berdiskusi denganku dalam beberapa masalah, maka aku menceritakan kepada orang yang belajar dariku tentang karunia Allah kepadamu, berupa pemahaman yang baik dan kecintaan kepada Allah dan negeri akhirat, maka karena inilah aku tidak menyangka engkau bersegera dalam urusan ini; karena orang-orang yang terlibat di dalamnya adalah keliru dalam setiap perkiraan; karena jika kebenaran ada pada pihak lawan mereka, maka itu jelas; dan jika kebenaran ada pada pihak mereka, maka hendaknya bagi seorang penyeru kepada Allah untuk menyeru dengan cara yang lebih baik, kecuali terhadap orang-orang yang zalim di antara mereka; dan sungguh Allah telah memerintahkan kedua utusan-Nya, Musa dan Harun, untuk mengatakan kepada Fir'aun perkataan yang lemah lembut supaya ia teringat atau takut.

Hendaknya bagi seorang kadi (hakim) — semoga Allah memuliakannya dengan ketaatan kepada-Nya - ketika Allah mengujinya dengan jabatan ini untuk beradab dengan adab-adab yang disebutkan Allah dalam Kitab-Nya yang diturunkan, untuk menjelaskan kepada manusia apa yang mereka perselisihkan, dan sebagai petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang yakin. Di antaranya adalah janganlah sekali-kali orang-orang yang tidak yakin itu menganggap remeh dirinya, hendaknya ia berhati-hati terhadap adu domba orang-orang fasik dan munafik, serta hendaknya ia tidak tergesa-gesa. 

Sungguh Allah telah mensifati orang-orang munafik dalam Kitab-Nya dengan sifat-sifat mereka dan menyebutkan cabang-cabang kemunafikan agar dijauhi dan agar orang-orang yang memiliki sifat tersebut juga dijauhi, maka Allah mensifati mereka dengan kefasihan, penjelasan, dan bagusnya lisan, dan bahkan bagusnya rupa, sebagaimana dalam firman-Nya,

وَاِذَا رَاَيْتَهُمْ تُعْجِبُكَ اَجْسَامُهُمْ وَاِنْ يَّقُوْلُوْا تَسْمَعْ لِقَوْلِهِمْۗ
"Dan apabila engkau melihat mereka, tubuh mereka mengagumkanmu. Jika mereka berkata, engkau mendengarkan perkataan mereka." [QS. al-Munafiqun: 4]

Allah mensifati mereka dengan tipu daya, kedustaan, dan mengolok-olok orang-orang mukmin di awal surat al-Baqarah, dan mensifati mereka dengan perkataan yang bermuka dua, dan mensifati mereka dengan ikut campur dalam perselisihan di antara manusia dengan sesuatu yang tidak disukai oleh Allah dan Rasul-Nya dalam firman-Nya,

يٰٓاَيُّهَا الرَّسُوْلُ لَا يَحْزُنْكَ الَّذِيْنَ يُسٰرِعُوْنَ فِى الْكُفْرِ
"Wahai Rasul (Muhammad)! Janganlah engkau disedihkan oleh orang-orang yang bersegera dalam kekufuran." [QS. al-Ma'idah: 41]

Allah mensifati mereka dengan sikap meremehkan orang-orang mukmin dan rela dengan perbuatan sesama mereka dan mensifati mereka dengan selain itu dalam surat al-Baqarah, surat Bara'ah (at-Taubah), dan surat al-Qital (Muhammad), dan lain sebagainya, sebagai nasihat bagi hamba-hamba-Nya agar menjauhi sifat-sifat tersebut dan orang yang memilikinya.

Allah telah melarang Nabi-Nya untuk menaati mereka di banyak tempat, maka bagaimana mungkin engkau yang seperti itu menerima dari mereka yang seperti ini?! 

Dan yang lebih besar dari itu, engkau meyakini bahwa mereka termasuk ahli ilmu, engkau mengunjungi mereka di rumah-rumah mereka, dan engkau mengagungkan mereka, dan aku tidak mengatakan ini tentang seseorang tertentu, tetapi ini adalah nasihat, dan penjelasan tentang apa yang ada dalam Kitab Allah mengenai siyasah (kebijakan/pengelolaan) agama dan dunia, karena kebanyakan manusia telah mencampakkannya di belakang punggung mereka.

Adapun apa yang telah disebutkan kepadamu tentang aku, maka sesungguhnya aku tidak datang dengan kebodohan, bahkan aku berkata - segala puji dan karunia bagi Allah, dan dengan kekuatan-Nya -: 

Sesungguhnya Rabb-ku telah menunjukkiku ke jalan yang lurus, agama yang lurus, millah (agama) Ibrahim yang hanif, sedang beliau bukanlah termasuk orang-orang musyrik. 

Aku - segala puji bagi Allah - tidak menyeru kepada mazhab Shufi, atau fakih, atau ahli kalam, atau imam dari para imam yang aku agungkan, seperti Ibnul Qayyim, adz-Dzahabi, Ibnu Katsir, atau selain dari mereka, tetapi aku menyeru kepada Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya, dan aku menyeru kepada sunah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam yang beliau wasiatkan kepada umatnya yang pertama dan yang terakhir, dan aku berharap bahwa aku tidak menolak kebenaran jika datang kepadaku, bahkan aku mempersaksikan Allah, para malaikat-Nya, dan seluruh makhluk-Nya, bahwa sesungguhnya jika datang kepada kita dari kalian perkataan yang benar, niscaya akan aku terima dengan senang hati (di atas kepala dan mataku); dan akan aku benturkan ke tembok segala sesuatu yang menyelisihi perkataan tersebut dari perkataan para imamku, kecuali Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, karena beliau tidak mengatakan apa pun selain kebenaran.

Gambaran perkaranya, tidaklah samar bagi engkau apa yang ditempuh oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, para sahabatnya, para tabiin, para pengikut mereka, dan para imam, seperti asy-Syafi'i, Ahmad, dan orang-orang yang semisalnya yang mana ahli kebenaran telah sepakat atas petunjuk mereka. Demikian pula apa yang ditempuh oleh orang-orang yang telah ditetapkan baginya kebaikan dari Allah dari kalangan pengikut mereka.

Tidaklah samar bagi engkau apa yang diada-adakan oleh manusia dalam agama mereka berupa perkara-perkara baru dan apa yang mereka selisihi padanya jalan salaf  mereka. Aku dapati kebanyakan orang-orang belakangan telah mengubah dan mengganti. Para pemimpin dan imam mereka dan orang-orang yang paling berilmu dan paling beribadah serta paling zuhud di antara mereka, seperti Ibnul Qayyim, al-Hafizh adz-Dzahabi, al-Hafizh al-'Imad Ibnu Katsir, dan al-Hafizh Ibnu Rajab; sungguh keras pengingkaran mereka terhadap orang-orang zaman mereka, yang mana mereka lebih baik dari Ibnu Hajar dan penulis kitab al-Iqna' berdasarkan ijmak.

Jika orang-orang zaman mereka berdalil atas mereka dengan banyaknya jumlah mereka dan kesepakatan di atas jalan mereka, mereka (para imam tersebut) berkata:

Ini termasuk sebesar-besar dalil bahwa itu batil karena Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam telah mengabarkan bahwa umatnya akan menempuh jalan-jalan orang Yahudi dan Nasrani, persis seperti anak panah dengan anak panah,

"Hingga seandainya mereka masuk ke dalam lubang biawak, niscaya kalian akan memasukinya pula." [HR. Bukhari dan Muslim] Dan 

Allah telah menyebutkan dalam Kitab-Nya bahwa mereka menceraiberaikan agama mereka dan menjadi berkelompok-kelompok dan bahwa mereka menulis kitab dengan tangan mereka sendiri dan berkata, "Ini dari sisi Allah," dan bahwa mereka meninggalkan Kitab Allah dan pengamalannya, dan mereka menghadap kepada apa yang diada-adakan oleh para pendahulu mereka berupa kitab-kitab. 

Dia (Allah) mengabarkan bahwa Dia mewasiatkan mereka untuk bersatu dan bahwa mereka tidak berselisih karena tidak jelasnya agama, akan tetapi mereka berselisih setelah datang kepada mereka ilmu pengetahuan karena kedengkian di antara mereka.

تَقَطَّعُوا أَمْرَهُمْ بَيْنَهُمْ زُبُراً كُلُّ حِزْبٍ بِمَا لَدَيْهِمْ فَرِحُونَ
"Lalu mereka (pengikut-pengikut rasul itu) bercerai-berai dalam urusan (agama) mereka menjadi beberapa golongan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka (masing-masing)." [QS. al-Mu'minun: 53]

Dan az-zubur (الزبر) adalah kitab-kitab.

Apabila seorang mukmin memahami sabda ash-Shadiq al-Mashduq (yang benar lagi dibenarkan), "Sungguh kalian akan mengikuti sunah (jalan) orang-orang sebelum kalian," dan menjadikannya kiblat hatinya, niscaya akan jelas baginya bahwa ayat-ayat ini dan yang serupa dengannya, tidaklah seperti yang disangka oleh orang-orang jahil bahwa ayat-ayat itu hanya berlaku pada kaum yang telah berlalu dan lenyap, bahkan ia akan memahami apa yang diriwayatkan dari 'Umar — semoga Allah meridainya - bahwa beliau berkata tentang ayat-ayat ini,

"Kaum itu telah berlalu dan yang dimaksud dengannya adalah selain kalian."

Allah telah mewajibkan atas hamba-hamba-Nya dalam setiap salat untuk memohon kepada-Nya petunjuk ke jalan yang lurus, "yaitu jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat, yaitu mereka yang bukan orang-orang yang dimurkai, dan bukan pula orang-orang yang sesat," maka barang siapa yang mengetahui agama Islam, dan apa yang terjadi pada manusia berupa perubahan di dalamnya, niscaya ia akan mengetahui kadar doa ini, dan hikmah Allah di dalamnya.

Kesimpulannya, gambaran permasalahannya adalah, apakah wajib atas setiap muslim untuk menuntut ilmu tentang apa yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya dan tidak ada seorang pun yang dimaafkan karena meninggalkannya sama sekali? 

Atau wajib baginya untuk mengikuti kitab at-Tuhfah misalnya? 

Para ulama mutaakhirin dan para pemimpin mereka seperti Ibnul Qayyim telah mengingkari hal ini dengan pengingkaran yang sangat keras dan bahwa hal itu adalah perubahan terhadap agama Allah dan mereka berdalil atas hal itu dengan dalil-dalil yang panjang penjelasannya, dari Kitab Allah yang jelas, dan dari sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam yang gamblang, bagi siapa saja yang Allah terangi hatinya. 

Sedang orang-orang yang membolehkan hal itu, atau mewajibkannya, mereka berdalil dengan syubhat yang lemah, akan tetapi syubhat mereka yang terbesar secara mutlak adalah, 

"Sesungguhnya kami bukanlah ahlinya dan kami tidak mampu melakukannya dan tidak ada yang mampu melakukannya selain seorang mujtahid. Sesungguhnya kami mendapati bapak-bapak kami berada di atas suatu umat dan sesungguhnya kami mengikuti jejak mereka."

Bagi para ulama dalam membatalkan syubhat ini terdapat pembahasan yang dapat memuat satu jilid kitab dan di antara yang paling jelas adalah firman Allah Ta'ala,

اتَّخَذُوا أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَاباً مِنْ دُونِ اللَّهِ
"Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain Allah." [QS. at-Taubah: 31]

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam telah menafsirkannya dalam hadis 'Adi dengan apa yang kalian berada di atasnya hari ini, dalam masalah usul dan furuk, aku tidak mengetahui mereka melebihi kalian seberat biji sawi pun, bahkan menjelaskan kebenaran sabdanya: "Persis seperti anak panah dengan anak panah," dan seterusnya. 

Demikian pula para ahli tafsir telah menafsirkannya. Aku tidak mengetahui adanya perbedaan di antara mereka. Di antara penafsiran yang paling baik adalah apa yang dikatakan oleh Abul 'Aliyyah,

"Ketahuilah, sesungguhnya mereka tidak menyembah para ulama dan rahib itu, dan seandainya mereka (para ulama dan rahib) memerintahkan mereka untuk berbuat demikian, niscaya mereka tidak akan menaatinya; akan tetapi mereka mendapati Kitab Allah, lalu mereka berkata, 'Kami tidak akan mendahului ulama-ulama kami dengan sesuatu apa pun. Apa yang mereka perintahkan kepada kami, maka kami kerjakan. Apa yang mereka larang kami, maka kami tinggalkan.'"

Risalah (surat pribadi) ini tidak memungkinkan untuk menegakkan dalil dan tidak pula jawaban terhadap apa yang dikemukakan oleh pihak yang menyelisihi, akan tetapi aku menawarkan kepadanya dari diriku sendiri sikap adil dan tunduk kepada kebenaran. Jika kalian ingin membantahku dengan ilmu dan keadilan, maka di sisi kalian ada kitab I'lam al-Muwaqqi'in karya Ibnul Qayyim di tempat Ibnu Fairuz di Musyarrafah.

Sungguh beliau telah memperluas pembahasan tentang pokok ini dengan pembahasan yang sangat luas dan menyebutkan syubhat-syubhat para imam kalian yang tidak kalian ketahui maupun bapak-bapak kalian, dan beliau telah menjawabnya, serta berdalil untuknya dengan dalil-dalil yang jelas dan pasti.

Di antaranya adalah perintah Allah dan Rasul-Nya tentang perkara kalian ini secara khusus dan bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan para sahabatnya telah menyifatinya sebelum terjadi, memperingatkan manusia darinya, dan mengabarkan bahwa tidak ada yang berjalan di atas agama selain satu orang demi satu orang dan bahwa Islam akan menjadi asing sebagaimana awalnya.

Kalian telah mengetahui bahwa ketika Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam ditanya oleh 'Amr bin 'Abasah di awal Islam, "Siapa yang bersamamu dalam hal ini?" 

Beliau menjawab, "Orang merdeka dan budak."

Sedang yang beliau maksud adalah Abu Bakar dan Bilal. 

Maka, jika Islam kembali menjadi asing sebagaimana awalnya, maka betapa bodohnya orang yang berdalil dengan banyaknya manusia, kesepakatan mereka, dan syubhat-syubhat yang serupa ini, yang mana syubhat-syubhat itu agung di sisi pemiliknya, namun hina di sisi Allah dan di sisi orang-orang yang berilmu dari makhluk-Nya, sebagaimana firman Allah Ta'ala,

بَلْ قَالُوا مِثْلَ مَا قَالَ الأَوَّلُونَ
"Bahkan mereka berkata seperti apa yang dikatakan oleh orang-orang dahulu." [QS. al-Mu'minun: 81]

Aku tidak mengetahui kalian memiliki hujah (argumen) yang kalian gunakan untuk berdalil, kecuali Allah telah menyebutkannya dalam Kitab-Nya, bahwa orang-orang kafir berdalil dengannya untuk mendustakan para rasul, seperti kesepakatan manusia, dan ketaatan kepada para pembesar, dan lain sebagainya.

Jadi, barang siapa yang Allah karuniakan kepadanya pengetahuan tentang agama Islam, yang Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menyeru kepadanya, niscaya ia akan mengetahui kadar ayat-ayat ini, hujah-hujah ini, dan kebutuhan manusia kepadanya.

Jika kalian mengklaim bahwa penyebutan para imam ini tentang hal ini adalah bagi orang yang termasuk ahlinya, maka mereka telah menegaskan kewajibannya atas orang kulit hitam dan kulit merah, laki-laki dan perempuan, dan bahwa tidak ada setelah kebenaran selain kesesatan, dan bahwa perkataan orang yang mengatakan, "Hal itu sulit," adalah tipu daya dari setan, yang dengannya ia memperdaya manusia dari menempuh jalan yang lurus, yaitu kelurusan agama Ibrahim; dan jika jelas bagi kalian bahwa mereka keliru, maka jelaskanlah kepadaku kebenaran hingga aku kembali kepadanya. 

Sesungguhnya aku menulis ini kepada kalian sebagai ma'dzirah (alasan/pemakluman) di hadapan Allah dan sebagai dakwah  kepada Allah agar aku mendapatkan pahala orang-orang yang menyeru kepada Allah. Jika tidak, maka aku menyangka bahwa kalian tidak akan menerimanya, dan bahwa di sisi kalian orang yang mengingkari kemungkaran termasuk kemungkaran yang paling besar, sehingga orang yang mencela hal ini di sisi kalian, seperti orang yang mencela Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan para sahabatnya.

Akan tetapi engkau, karena apa yang aku sangka ada padamu berupa ketaatan kepada Allah, maka aku tidak menganggap mustahil Allah akan memberikan hidayah kepadamu kepada jalan yang lurus dan melapangkan dadamu untuk Islam. Jika engkau membacanya, lalu hatimu mengingkarinya, maka tidaklah mengherankan; karena yang mengherankan adalah bagaimana orang yang selamat bisa selamat? Jika hatimu sedikit saja mendengarkannya, maka wajib bagimu untuk memperbanyak tadharru' (merendahkan diri) kepada Allah dan bersujud di hadapan-Nya, terutama waktu-waktu dikabulkannya doa, seperti akhir malam, dan setelah shalat, dan setelah adzan.

Demikian pula dengan doa-doa yang ma'tsur (diriwayatkan), terutama yang diriwayatkan dalam ash-Shahih, bahwa beliau shallallahu 'alaihi wa sallam dahulu berdoa,

اللَّهُمَّ رَبَّ جِبْرَائِيلَ، وَمِيكَائِيلَ، وَإِسْرَافِيلَ، فَاطِرَ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ، عَالِمَ الغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ، أَنْتَ تَحْكُمُ بَيْنَ عِبَادِكَ فِيمَا كَانُوا فِيهِ يَخْتَلِفُونَ، اهْدِنِي لِمَا اخْتُلِفَ فِيهِ مِنَ الحَقِّ بِإِذْنِكَ، إِنَّكَ تَهْدِي مَنْ تَشَاءُ إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ
"Ya Allah, Rabb Jibril, Mikail, dan Israfil, Pencipta langit dan bumi, Yang Maha Mengetahui yang gaib dan yang nyata, Engkau-lah yang memutuskan di antara hamba-hamba-Mu dalam apa yang mereka perselisihkan. Berilah aku petunjuk kepada kebenaran yang diperselisihkan dengan izin-Mu. Sesungguhnya Engkau memberikan petunjuk kepada siapa yang Engkau kehendaki ke jalan yang lurus." [HR. Muslim]

Wajib bagimu untuk bersungguh-sungguh dalam doa ini di hadapan Zat yang mengabulkan doa orang yang terdesak apabila ia berdoa kepada-Nya dan dengan Zat yang telah memberikan hidayah kepada Ibrahim untuk menyelisihi seluruh manusia; dan katakanlah, "Wahai Guru Ibrahim, ajarkanlah aku."

Jika terasa sulit bagimu untuk menyelisihi manusia, maka renungkanlah firman Allah Ta'ala,

ثُمَّ جَعَلْنَاكَ عَلَى شَرِيعَةٍ مِنَ الأَمْرِ فَاتَّبِعْهَا وَلا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَ الَّذِينَ لا يَعْلَمُونَ إِنَّهُمْ لَنْ يُغْنُوا عَنْكَ مِنَ اللَّهِ شَيْئاً وَإِنَّ الظَّالِمِينَ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ وَاللَّهُ وَلِيُّ الْمُتَّقِينَ
"Kemudian Kami jadikan engkau (Muhammad) mengikuti syariat (agama) dari urusan (agama itu), maka ikutilah syariat itu dan janganlah engkau ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui. Sesungguhnya mereka tidak akan dapat membela engkau sedikit pun dari (azab) Allah. Dan sesungguhnya orang-orang yang zalim itu sebagian mereka menjadi penolong bagi sebagian yang lain, dan Allah adalah Pelindung orang-orang yang bertakwa." [QS. al-Jatsiyah: 18-19]

وَإِنْ تُطِعْ أَكْثَرَ مَنْ فِي الأَرْضِ يُضِلُّوكَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ
"Dan jika engkau menaati kebanyakan orang di bumi, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah." [QS. al-An'am: 116]

Kemudian perhatikanlah sabda beliau dalam ash-Shahih, "Islam dimulai dalam keadaan asing, dan akan kembali asing sebagaimana awalnya," dan sabda beliau shallallahu 'alaihi wa sallam, "Sesungguhnya Allah tidak mencabut ilmu," hingga akhir hadis, dan sabda beliau, "Berpegang teguhlah pada sunahku, dan sunnah para khulafa' ar-rasyidin al-mahdiyyin (khalifah yang lurus lagi diberi petunjuk) setelahku," dan sabda beliau, "Berhati-hatilah kalian terhadap perkara-perkara yang diada-adakan (dalam agama) karena setiap bidah adalah kesesatan." Ayat-ayat dan hadis-hadis tentang hal itu sangat banyak yang telah dikumpulkan dalam karya tulis tersendiri.

Sesungguhnya aku mencintaimu, aku telah mendoakanmu dalam salatku, dan aku berharap sebelum surat-surat ini agar Allah memberikan hidayah kepadamu kepada agama-Nya yang lurus dan tidak ada yang menghalangiku untuk menulis surat kepadamu selain sangkaanku bahwa engkau tidak akan menerima dan engkau menempuh jalan kebanyakan orang; akan tetapi tidak ada yang dapat menghalangi apa yang Allah berikan dan Allah tidak merasa berat dengan sesuatu apa pun yang Dia berikan. 

Aangkah baiknya engkau jika engkau menjadi  seorang faruq (pemisah antara kebenaran dan kebatilan) di akhir zaman ini bagi agama Allah layaknya 'Umar — semoga Allah meridainya — di awal Islam. Karena jika engkau bersama kami, niscaya kami akan membela diri dari orang yang bersikap kasar kepada kami.

Adapun khayalan setan ini yang dengannya ia menjerat manusia, bahwa barang siapa menempuh jalan ini, maka ia telah menisbatkan dirinya kepada ijtihad dan meninggalkan sikap iqtida' (mengikuti) ahli ilmu, sedang setan menghiasinya dengan berbagai macam hiasan, maka ini tidaklah banyak dari setan dan hiasannya, sebagaimana firman Allah Ta'ala,

يُوحِي بَعْضُهُمْ إِلَى بَعْضٍ زُخْرُفَ الْقَوْلِ غُرُوراً
"Sebagian mereka membisikkan kepada sebagian yang lain perkataan-perkataan yang indah sebagai tipuan." [QS. al-An'am: 112]

Sesungguhnya apa yang aku berada di atasnya dan aku menyeru kalian kepadanya pada hakikatnya adalah sikap iqtida' (mengikuti) ahli ilmu karena mereka telah mewasiatkan manusia untuk hal itu. 

Di antara mereka yang paling terkenal perkataannya dalam hal itu adalah imam kalian, asy-Syafi'i, ketika beliau berkata, "Pasti kalian akan mendapati dariku sesuatu yang menyelisihi hadis, maka segala sesuatu yang menyelisihi hadis, maka aku persaksikan kepada kalian bahwa aku telah rujuk (kembali) darinya."

Demikian juga ketika aku menyelisihi seorang ulama ini, maka tidaklah aku menyelisihi seorang diri. 

Sebagai contoh, jika aku dan asy-Syafi'i memiliki pendapat yang berbeda dalam masalah air kencing hewan yang halal dimakan dagingnya dan aku mengatakan pendapat tentang kenajisannya yang mana pendapat ini menyelisihi hadis al-'Uraniyyin dan menyelisihi hadis Anas, "Bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pernah shlat di kandang kambing," maka orang jahil lagi zalim berkata, "Apakah engkau lebih mengetahui hadits daripada asy-Syafi'i?" 

Maka aku menjawab, "Aku tidak menyelisihi asy-Syafi'i tanpa mengikuti imam lain, bahkan aku mengikuti orang yang setara dengan asy-Syafi'i atau lebih berilmu darinya, yang telah menyelisihi beliau, dan berdalil dengan hadis-hadis."

Jika ia berkata, "Apakah engkau lebih berilmu daripada asy-Syafi'i?" 

Aku menjawab, "Apakah engkau lebih berilmu daripada Malik? Dan Ahmad?" 

Sungguh aku telah membalasnya dengan apa yang ia gunakan untuk membalasku, dan dalil selamat dari sanggahan, dan aku mengikuti firman Allah Ta'ala,

فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ
"Kemudian jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (al-Qur'an) dan Rasul (sunahnya)." [QS. an-Nisa': 59]

Aku mengikuti orang yang mengikuti dalil dalam masalah ini dari kalangan ahli ilmu. Aku tidak berdalil dengan al-Qur'an atau hadis semata, sehingga tertuju kepadaku apa yang dikatakan, dan ini berdasarkan sikap tanazzul (mengalah dalam berdebat). 

Jika tidak, maka telah maklum bahwa sesungguhnya kalian mengikuti Ibnu Hajar dan kalian tidak mempedulikan orang yang menyelisihi beliau dari kalangan rasul, atau sahabat, atau tabiin, hingga asy-Syafi'i sendiri, dan kalian tidak mempedulikan perkataan beliau jika menyelisihi nas (teks) Ibnu Hajar. Demikian pula orang-orang selain kalian. Sesungguhnya ittiba' (pengikutan) mereka hanyalah kepada sebagian ulama mutaakhirin, bukan kepada para imam.

Mereka ini, kalangan Hanabilah, adalah termasuk manusia yang paling sedikit bidahnya, sedang kebanyakan isi kitab al-Iqna' dan al-Muntaha menyelisihi mazhab Ahmad dan nas beliau. Hal itu diketahui oleh orang yang mengetahuinya. Sedang tidak ada perselisihan antara aku dan kalian bahwa ahli ilmu jika telah berijmak, maka wajib untuk diikuti. 

Adapun permasalahannya hanyalah jika mereka berselisih, apakah wajib bagiku untuk menerima kebenaran dari siapa pun yang membawanya dan mengembalikan permasalahan kepada Allah dan Rasul-Nya dengan mengikuti ahli ilmu? 

Atau aku mengambil pendapat sebagian mereka tanpa hujah dan mengklaim bahwa kebenaran ada pada perkataannya? 

Kalian berada di atas pendapat yang kedua ini. Inilah yang dicela oleh Allah dan Dia menamakannya syirik, yaitu menjadikan para ulama sebagai arbab. Sedang aku berada di atas pendapat yang pertama, aku menyeru kepadanya, dan aku berdebat untuknya, maka jika di sisi kalian ada kebenaran, niscaya kami akan kembali kepadanya, dan kami akan menerimanya dari kalian.

Jika engkau ingin menelaah kitab I'lam al-Muwaqqi'in, maka perhatikanlah perdebatan di dalamnya yang diadakan antara seorang mukalid dan seorang pemilik hujah. Jika terlintas di benakmu bahwa Ibnul Qayyim adalah seorang Ahlul Bid'ah dan bahwa ayat-ayat yang beliau gunakan sebagai dalil ini tidak seperti itu maknanya, maka merendahlah kepada Allah, mohonlah kepada-Nya agar memberikan petunjuk kepadamu tentang kebenaran yang mereka perselisihkan, telaahlah serta berdebatlah dengan pikiran jernih, dan carilah perkataan para ahli ilmu di zamannya, seperti al-Hafizh adz-Dzahabi, Ibnu Katsir, Ibnu Rajab, dan selain mereka.

Di antara apa yang dinisbatkan kepada adz-Dzahabi — semoga Allah merahmatinya — adalah,

العلم قال الله قال رسوله * قال الصحابة ليس خلف فيه
ما العلم نصبك للخلاف سفاهة * بين الرسول وبين رأي فقيه
Ilmu itu adalah firman Allah, sabda Rasul-Nya, * dan perkataan para sahabat, tidak ada perselisihan di dalamnya.
Bukanlah ilmu bagimu, orang bodoh yang mempertentangkan * antara sabda rasul dengan pendapat seorang ahli fikih

Jika engkau tidak mengikuti mereka ini, maka perhatikanlah perkataan para imam sebelum mereka, seperti al-Hafizh al-Baihaqi dalam kitab al-Madkhal, al-Hafizh Ibnu 'Abdil Barr, al-Khaththabi, dan orang-orang yang semisalnya, dan orang-orang sebelum mereka, seperti asy-Syafi'i, Ibnu Jarir, Ibnu Qutaibah, dan Abu 'Ubaid. Merekalah rujukan dalam memahami firman Allah, sabda Rasul-Nya, dan perkataan para salaf. 

Berhati-hatilah engkau terhadap tafsir-tafsir orang-orang yang menyelewengkan makna kata dari tempatnya dan penjelasan-penjelasan mereka karena sesungguhnya hal itu memutuskan hubungan dari Allah dan dari agama-Nya.

Renungkanlah apa yang terdapat dalam kitab al-I'tisham karya al-Bukhari dan apa yang dikatakan oleh para ahli ilmu dalam penjelasannya dan apakah terbayangkan sesuatu dengan apa yang secara jelas dan sahih diriwayatkan dari beliau shallallahu 'alaihi wa sallam bahwa umatnya akan berpecah menjadi lebih dari tujuh puluh golongan, beliau mengabarkan bahwa mereka semua di neraka selain satu golongan, kemudian beliau menyifati golongan yang satu itu sebagai golongan yang berada di atas apa yang Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan para sahabatnya berada di atasnya, dan kalian mengakui bahwa kalian berada di atas selain jalan mereka, dan kalian berkata, "Kami tidak mampu melakukannya dan tidak ada yang mampu melakukannya selain seorang mujtahid," sehingga kalian memastikan bahwa tidak ada manfaat dari firman Allah dan sabda Rasul-Nya selain bagi seorang mujtahid. 

Kalian juga berkata, "Haram bagi selainnya untuk mencari petunjuk dari firman Allah dan sabda Rasul-Nya serta perkataan para sahabatnya," sehingga kalian memastikan dan bersaksi bahwa kalian berada di atas selain jalan mereka, seraya mengakui ketidakmampuan untuk hal itu.

Jika kalian mengakui bahwa yang wajib atas generasi pertama adalah mengikuti Kitab Allah dan sunah Rasul-Nya, tidak boleh menyimpang dari hal itu, dan bahwa kitab-kitab ini dan kitab-kitab yang lebih baik darinya, seandainya muncul di zaman Umar bin al-Khaththab, niscaya beliau akan bertindak keras terhadap kitab-kitab itu dan para pengikutnya, dan seandainya muncul di zaman asy-Syafi'i dan Ahmad, niscaya pengingkaran mereka terhadap hal itu akan sangat keras, maka alangkah baiknya jika aku tahu, kapan Allah mengharamkan kewajiban ini dan mewajibkan keharaman ini?!

Ketika terjadi sedikit dari hal ini, yang tidak menyerupai apa yang kalian berada di atasnya di zaman Imam Ahmad, beliau sangat keras mengingkarinya.

Ketika sampai kepada beliau kabar tentang sebagian sahabatnya yang meriwayatkan masalah-masalah darinya di Khurasan, beliau berkata, "Aku persaksikan kepada kalian bahwa aku telah menarik kembali hal itu," dan ketika beliau melihat sebagian mereka menulis perkataannya: beliau mengingkarinya, dan berkata, "Kalian menulis pendapat, padahal mungkin aku akan menariknya kembali besok, tuntutlah ilmu sebagaimana kami menuntutnya." 

Ketika beliau ditanya tentang kitab Abu Tsaur, beliau menjawab, "Setiap kitab yang diada-adakan, maka itu adalah bidah." Padahal telah diketahui bahwa Abu Tsaur termasuk tokoh besar ahli ilmu; dan Ahmad memujinya; dan beliau melarang manusia untuk melihat kitab-kitab ahli ilmu yang beliau puji dan agungkan.

Ketika sebagian imam hadis mengambil kitab-kitab Abu Hanifah, Ahmad menjauhinya, dan menulis surat kepadanya, "Jika engkau meninggalkan kitab-kitab Abu Hanifah, niscaya kami akan datang kepadamu untuk mendengarkan kitab-kitab Ibnul Mubarak." 

Ketika sebagian sahabatnya menyebutkan kepada beliau bahwa kitab-kitab ini mengandung manfaat bagi orang yang tidak mengetahui al-Kitab dan as-Sunnah, maka beliau berkata,

"Jika engkau mengetahui hadis, maka engkau tidak membutuhkannya, sedang jika engkau tidak mengetahuinya, maka tidak halal bagimu untuk melihatnya."

Beliau berkata, 

"Aku heran dengan kaum yang mengetahui sanad dan kesahihannya,  namun mereka malah mengikuti pendapat Sufyan, padahal Allah berfirman, 'Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih.' [QS. an-Nur: 63]"

Beliau berkata,

"Tahukah engkau apa itu fitnah? Fitnah adalah syirik."

Padahal telah diketahui bahwa ats-Tsauri memiliki kedudukan yang tinggi, dan beliau (Ahmad) menyebutnya sebagai Amirul Mukminin. Jika ini adalah perkataan Ahmad tentang kitab-kitab yang kita berharap sekarang untuk melihatnya, maka bagaimana dengan kitab-kitab yang para penulisnya sendiri mengakui bahwa mereka bukan ahli ilmu?! Sedang orang lain pun bersaksi atas hal itu dan boleh jadi sebagian mereka mati dalam keadaan tidak mengetahui apa itu agama Islam yang Allah utus dengannya Rasul-Nya shallallahu 'alaihi wa sallam.

Syubhat yang dilemparkan ke dalam hati kalian bahwa kalian tidak mampu memahami firman Allah, Rasul-Nya, dan Salafush Shalih, padahal sungguh telah kami sebutkan bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Sungguh kalian akan mengikuti sunah (jalan) orang-orang sebelum kalian, sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta," hingga akhir hadis, maka renungkanlah syubhat ini, yaitu perkataan kalian, "Kami tidak mampu melakukan hal itu."

Demikian juga renungkanlah apa yang Allah ceritakan tentang orang-orang Yahudi, dalam firman-Nya,

وَقَالُوا قُلُوبُنَا غُلْفٌ بَلْ لَعَنَهُمُ اللَّهُ بِكُفْرِهِمْ
"Dan mereka berkata, 'Hati kami tertutup.' Bahkan Allah telah melaknat mereka karena kekafiran mereka." [QS. al-Baqarah: 88]

Dan firman-Nya,

وَلَقَدْ أَنْزَلْنَا إِلَيْكَ آيَاتٍ بَيِّنَاتٍ وَمَا يَكْفُرُ بِهَا إِلاَّ الْفَاسِقُونَ
"Dan sungguh, Kami telah menurunkan kepadamu ayat-ayat yang jelas, dan tidak ada yang mengingkarinya melainkan orang-orang yang fasik." [QS. al-Baqarah: 99]

Dan firman-Nya,

إِنَّا جَعَلْنَاهُ قُرْآناً عَرَبِيّاً لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ
"Sesungguhnya Kami telah menjadikannya al-Qur'an dalam bahasa Arab agar kamu mengerti." [QS. az-Zukhruf: 3]

Dan firman-Nya,

وَلَقَدْ يَسَّرْنَا الْقُرْآنَ لِلذِّكْرِ فَهَلْ مِنْ مُدَّكِرٍ
"Dan sungguh, telah Kami mudahkan Al-Qur'an untuk pelajaran, maka adakah orang yang mau mengambil pelajaran?" [QS. al-Qamar: 17]

Carilah tafsir ayat-ayat ini dari kitab-kitab ahli ilmu dan ketahuilah tentang siapa ayat-ayat itu diturunkan serta ketahuilah perkataan dan perbuatan, yang menjadi sebab turunnya ayat-ayat ini, kemudian bandingkanlah dengan perkataan mereka, "Kami tidak mampu memahami al-Qur'an dan as-Sunnah," niscaya engkau akan mendapati kebenaran sabda beliau, "Sungguh kalian akan mengikuti sunah (jalan) orang-orang sebelum kalian," dan hadis-hadis lain yang semakna dengannya yang banyak.

Hendaklah kisah keislaman Salman al-Farisi senantiasa engkau ingat. Di dalamnya (kisah Salman al-Farisi) terkandung bahwa tidak ada seorang pun yang berada di atas agama para rasul selain satu orang demi satu orang hingga orang terakhir di antara mereka berkata ketika akan meninggal, "Aku tidak mengetahui seorang pun di muka bumi ini yang berada di atas apa yang kami berada di atasnya, akan tetapi zaman seorang nabi telah dekat."

Ingatlah bersama firman Allah Ta'ala ini,

فَلَوْلا كَانَ مِنَ الْقُرُونِ مِنْ قَبْلِكُمْ أُولُو بَقِيَّةٍ يَنْهَوْنَ عَنِ الْفَسَادِ فِي الأَرْضِ إِلاَّ قَلِيلاً مِمَّنْ أَنْجَيْنَا مِنْهُمْ
"Maka mengapa tidak ada di antara umat-umat sebelum kamu orang-orang yang mempunyai keutamaan yang melarang (manusia) dari kerusakan di bumi, kecuali sebagian kecil di antara orang-orang yang telah Kami selamatkan di antara mereka." [QS. Hud: 116]

Sepantasnya bagi orang yang menasihati dirinya sendiri dan takut azab akhirat untuk merenungkan apa yang Allah sifatkan kepada orang-orang Yahudi dalam Kitab-Nya, terutama apa yang Dia sifatkan kepada para ulama dan rahib mereka, berupa menyembunyikan kebenaran, mencampuradukkan kebenaran dengan kebatilan, dan sikap menghalangi dari jalan Allah, dan apa yang Allah sifatkan kepada mereka, yaitu para ulama mereka, berupa kesyirikan, beriman kepada jibt dan tagut, dan perkataan mereka kepada orang-orang kafir, "Mereka ini lebih benar jalannya daripada orang-orang yang beriman," karena ia mengetahui bahwa segala sesuatu yang mereka lakukan pasti akan dilakukan oleh umat ini. Sungguh itu telah terjadi.

Jika terasa sulit bagimu untuk menyelisihi kesombongan atau pikiranmu tidak menerima perkataan ini, maka hadirkanlah dalam hatimu bahwa Kitab Allah adalah sebaik-baik kitab dan paling agung penjelasannya serta penyembuh penyakit kebodohan dan paling agung pemisahnya antara kebenaran dan kebatilan. 

Allah Subhanahu wa Ta'ala telah mengetahui perpecahan hamba-hamba-Nya dan perselisihan mereka sebelum Dia menciptakan mereka dan Dia telah menyebutkan dalam Kitab-Nya,

وَمَا أَنْزَلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ إِلَّا لِتُبَيِّنَ لَهُمُ الَّذِي اخْتَلَفُوا فِيهِ وَهُدًى وَرَحْمَةً
"Dan Kami tidak menurunkan Kitab (al-Qur'an) ini kepadamu (Muhammad), melainkan agar engkau dapat menjelaskan kepada mereka apa yang mereka perselisihkan itu, serta menjadi petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman." [QS. an-Nahl: 64]

Hadirkanlah dalam hatimu prinsip-prinsip ini dan yang serupa dengannya dalam pikiranmu dan bandingkanlah dengan hatimu, maka sesungguhnya ia insya Allah akan beriman dengannya secara global.

Renungkanlah firman-Nya,

وَإِذَا قِيلَ لَهُمُ اتَّبِعُوا مَا أَنْزَلَ اللَّهُ قَالُوا بَلْ نَتَّبِعُ مَا وَجَدْنَا عَلَيْهِ آبَاءَنَا
"Dan apabila dikatakan kepada mereka, 'Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah,' mereka menjawab, 'Tidak, kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari nenek moyang kami.'" [QS. Luqman: 21]

Pengulangan prinsip ini di banyak tempat.

Demikian pula firman-Nya,

أَتُجَادِلُونَنِي فِي أَسْمَاءٍ سَمَّيْتُمُوهَا أَنْتُمْ وَآبَاؤُكُمْ مَا نَزَّلَ اللَّهُ بِهَا مِنْ سُلْطَانٍ
"Apakah kamu sekalian hendak berbantah dengan aku tentang nama-nama (berhala) yang kamu dan nenek moyangmu menamakannya, padahal Allah tidak menurunkan suatu keterangan pun untuk (menyembah)-nya?" [QS. al-A'raf: 71]

Setiap hujah yang kalian gunakan untuk berdalil, niscaya engkau akan mendapatinya terbentang luas dalam al-Qur'an dan sebagiannya di banyak tempat.

Hadirkanlah dalam hatimu bahwa al-Hakim (Yang Maha Bijaksana) yang menurunkan Kitab-Nya sebagai penyembuh dari kebodohan serta pemisah antara kebenaran dan kebatilan, tidaklah layak bagi-Nya untuk menetapkan hujah-hujah ini dan mengulang-ulangnya ketika kaum muslimin tidak membutuhkannya sehingga Dia meninggalkan hujah-hujah yang mereka butuhkan, padahal Dia mengetahui bahwa hamba-hamba-Nya akan berpecah belah. Maha Suci Allah, Hakim Yang Paling Adil, dari perkara yang demikian itu.

Di antara hal yang meringankan bagimu untuk menyelisihi orang yang menyelisihi kebenaran, meskipun ia termasuk orang yang paling berilmu dan paling cerdas, dan paling tinggi kedudukannya, serta meskipun kebanyakan manusia mengikutinya adalah apa yang terjadi pada umat ini berupa perpecahan mereka dalam pokok-pokok agama, sifat-sifat Allah Ta'ala, kebanyakan orang yang mengaku berilmu, serta apa yang dianut oleh para ahli kalam dan penamaan mereka terhadap jalan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam sebagai hasywu, tasybih, dan tajsim.

Padahal jika engkau menelaah sebuah kitab dari kitab-kitab ilmu kalam - meskipun ia mengklaim bahwa hal ini wajib atas setiap orang dan merupakan pokok agama - niscaya engkau akan mendapati kitab itu dari awal hingga akhir tidak berdalil atas satu masalah pun di dalamnya dengan ayat dari Kitab Allah, dan tidak pula hadis dari Rasulullah, kecuali hanya menyebutkannya untuk menyelewengkannya dari tempatnya.

Mereka mengakui bahwa mereka tidak mengambil pokok-pokok agama mereka dari wahyu, namun dari akal mereka, dan mereka mengakui bahwa mereka menyelisihi para salaf dalam hal itu, seperti apa yang disebutkan dalam kitab Fath al-Bari, dalam masalah iman, berdasarkan perkataan al-Bukhari, "Iman adalah perkataan dan perbuatan, dan bertambah serta berkurang," maka penulis menyebutkan ijmak para salaf atas hal itu. Penulis juga menyebutkan dari asy-Syafi'i bahwa beliau menukil ijmak atas hal itu. Demikian pula penulis menyebutkan bahwa al-Bukhari menukilnya, kemudian setelah itu beliau menceritakan perkataan para ulama mutaakhirin dan beliau tidak menolaknya.

Jika engkau menelaah kitab at-Tauhid di akhir ash-Shahih, maka renungkanlah bab-babnya dan bacalah kitab-kitab ahli ilmu dari kalangan salaf dan dari para pengikut mereka dari kalangan khalaf dan nukilan mereka tentang ijmak atas wajibnya beriman kepada sifat-sifat Allah Ta'ala dan menerimanya dengan lapang dada; dan bahwa barang siapa mengingkari sesuatu darinya atau menakwilkan sesuatu dari nas, maka ia telah berdusta atas Allah dan menyelisihi ijmak ahli ilmu; dan nukilan mereka tentang ijmak yang mengatakan bahwa ilmu kalam adalah bidah dan kesesatan, hingga Abu 'Umar Ibnu 'Abdil Barr berkata, "Ahli ilmu di seluruh zaman dan negeri telah bersepakat bahwa ahli kalam adalah ahli bidah dan kesesatan, mereka tidak dianggap oleh semua kalangan tingkatan ulama," dan pembahasan tentang ini sangat panjang.

Kesimpulannya, orang-orang itu sengaja menabrak sesuatu yang telah disepakati oleh seluruh kaum muslimin, bahkan disepakati pula oleh makhluk Allah yang paling bodoh, yaitu para penyembah berhala, yang Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam diutus kepada mereka, lalu orang-orang ini mengada-adakan perkataan dari diri mereka sendiri, yang bahkan bertentangan dengan akal sehat, hingga kalian tidak mampu mengubah orang-orang awam kalian dari fitrah (naluri) yang Allah ciptakan pada mereka, kemudian meskipun demikian, mayoritas orang yang berbicara dalam ilmu ini mengikuti mereka, kecuali orang-orang yang telah ditetapkan baginya kebaikan dari Allah, dan mereka itu seperti sehelai rambut putih di kulit sapi hitam, manusia membenci mereka, dan menuduh mereka dengan tajsim.

Orang-orang ini, ahli kalam serta para pengikut mereka, termasuk orang-orang yang paling mahir dan paling cerdas, hingga mereka memiliki kecerdasan, hafalan, dan pemahaman yang membuat orang yang berakal tercengang, namun mereka serta para pengikut mereka mengakui bahwa mereka menyelisihi para salaf, hingga para imam ahli kalam, ketika membantah para filosof dalam takwil mereka terhadap ayat-ayat perintah dan larangan, seperti perkataan mereka, "Yang dimaksud dengan puasa adalah menyembunyikan rahasia-rahasia kami," dan perkataan, "Yang dimaksud dengan haji adalah mengunjungi guru-guru kami," dan perkataan, "Yang dimaksud dengan Jibril adalah akal aktif," dan kebohongan mereka yang lain; mereka membantah mereka dengan jawaban bahwa tafsir ini menyelisihi apa yang diketahui secara pasti dari agama Islam sehingga para filosof berkata kepada mereka, "Kalian mengingkari ketinggian Allah di atas makhluk-Nya dan beristiwa (bersemayam) di atas 'Arsy-Nya, padahal hal itu disebutkan dalam kitab-kitab, melalui lisan para rasul, dan telah disepakati oleh seluruh kaum muslimin, dan selain mereka dari kalangan pemeluk agama lain, maka bagaimana mungkin takwil kami adalah penyelewengan?! Sedang takwil kalian benar?!" yang membuat tidak seorang pun dari ahli kalam yang mampu menjawab bantahan ini.

Yang dimaksud adalah bahwa mazhab mereka, meskipun batil pada dirinya sendiri, bertentangan dengan akal, dan juga bertentangan dengan agama Islam, al-Qur'an dan Rasul, serta seluruh salaf. Mereka menyebutkan dalam kitab-kitab mereka bahwa mereka menyelisihi para salaf, kemudian meskipun demikian, bidah mereka laku di kalangan orang yang berilmu maupun orang yang jahil, hingga tersebar di bagian timur dan barat bumi.

Aku mengajakmu untuk merenungkan masalah ini, yaitu bahwa para salaf telah memiliki banyak perkataan dan karya tulis mereka dalam pokok-pokok agama dan dalam membantah perkataan ahli kalam serta menganggap mereka sesat. 

Di antara orang yang menyebutkan hal ini dari kalangan ulama Syafi'iyyah mutaakhirin adalah al-Baihaqi, al-Baghawi, Isma'il at-Taimi, dan orang-orang setelah mereka, seperti al-Hafizh adz-Dzahab. Adapun ulama Syafi'iyyah mutaqaddimin, seperti Ibnu Suraij, ad-Daraquthni, dan selain keduanya, maka mereka semua berada di atas perkara ini; sehingga telitilah kitab-kitab mereka ini. 

Jika engkau membawakanku satu perkataan saja bahwa ada seorang pun dari mereka yang tidak mengingkari ahli kalam dan tidak mengafirkan mereka, maka janganlah engkau terima dariku sesuatu pun selama-lamanya. 

Meskipun demikian dan meskipun kejelasannya sangat jelas, hal itu tetap laku di kalangan kalian hingga kalian mengklaim bahwa Ahlus Sunnah adalah ahli kalam.

Wallahul musta'an.

Termasuk di antara keanehan adalah bahwa ditemukan di negerimu orang yang berfatwa kepada seseorang dengan perkataan seorang imam; dan kepada yang lain dengan perkataan imam yang lain; dan kepada yang ketiga dengan menyelisihi kedua perkataan tersebut; dan hal itu dianggap sebagai keutamaan, ilmu, dan kecerdasan, dan dikatakan, "Orang ini berfatwa dalam dua mazhab atau lebih." Padahal telah diketahui di kalangan manusia bahwa yang dimaksud dalam hal ini adalah kesombongan, ria, dan memakan harta manusia dengan cara yang batil. 

Sedang jika aku menyelisihi perkataan seorang alim ulama demi perkataan orang yang lebih berilmu darinya, atau setara dengannya jika ia memiliki dalil, dan aku tidak membawa sesuatu pun dari diriku sendiri, maka kalian mengucapkan perkataan yang keras ini (kepadaku). Jika kalian mendengar bahwa aku berfatwa dengan sesuatu yang aku keluar darinya dari ijmak ahli ilmu, maka perkataan itu tertuju kepadaku.

Telah sampai kepadaku kabar bahwa kalian dalam masalah ini berdiri dan duduk (sibuk), maka jika kalian mengklaim bahwa ini adalah pengingkaran terhadap kemungkaran, maka alangkah baiknya jika kesibukan kalian itu dilakukan dalam perkara-perkara besar di negerimu yang bertentangan dengan pokok-pokok Islam, yaitu persaksian, "Laa ilaha illallah wa anna Muhammadar Rasulullah (tidak ada ilah selain Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah)."

Di antaranya - dan ini yang paling besar - adalah penyembahan berhala di sisi kalian, baik dari manusia maupun batu. Ini disembelihkan untuknya; dan ini dinazarkan untuknya; dan ini dimohonkan untuk mengabulkan doa dan menolong kesusahan; dan ini diseru oleh orang yang terdesak di darat dan di laut; dan ini mereka klaim bahwa barang siapa berlindung kepadanya, niscaya ia akan memberikan manfaat di dunia dan akhirat, meskipun ia bermaksiat kepada Allah!

Jika kalian mengklaim bahwa ini bukanlah penyembahan kepada berhala yang disebutkan dalam al-Qur'an, maka ini termasuk keanehan, karena sesungguhnya aku tidak mengetahui seorang pun dari ahli ilmu yang menyelisihi hal itu, kecuali jika ada seseorang yang terjerumus ke dalam apa yang terjerumus di dalamnya orang-orang Yahudi, berupa keimanan mereka kepada jibt dan tagut. 

Jika kalian mengklaim bahwa kalian tidak mampu melakukan hal itu, maka jika kalian tidak mampu melakukan semuanya, kalian pasti mampu melakukan sebagiannya. Bagaimana mungkin setelah orang-orang yang mengingkari perkara ini dan mengklaim bahwa mereka termasuk ahli ilmu, mereka justru terjerumus dalam syirik besar dan menyeru kepadanya. Bahkan, jika mereka mendengar seseorang mengesakan Allah, niscaya mereka akan menuduhnya dengan kekafiran dan kefasikan. Kita berlindung kepada Allah dari mencari rida manusia dengan kemurkaan Allah.

Demikian juga di antaranya adalah apa yang dilakukan oleh banyak pengikut iblis, pengikut ahli nujum, tukang sihir, dan dukun, dari kalangan orang yang menisbatkan diri kepada kefakiran dan banyak dari kalangan orang yang menisbatkan diri kepada ilmu, berupa keajaiban-keajaiban ini yang mereka perdayakan dengannya manusia. 

Mereka menyerupakannya dengan mukjizat para nabi dan karamah para wali, padahal mereka hanya bertujuan untuk memakan harta manusia dengan cara yang batil dan menghalangi dari jalan Allah, hingga sebagian jenisnya diyakini oleh orang yang mengaku berilmu bahwa itu termasuk ilmu yang diwariskan dari para nabi, berupa ilmu nama-nama (ilmu sihir), padahal itu termasuk jibt dan tagut.

Ini adalah kebenaran sabda beliau shallallahu 'alaihi wa sallam,

"Sungguh kalian akan mengikuti sunah (jalan) orang-orang sebelum kalian."

Demikian juga di antaranya adalah tipu daya riba ini yang layaknya tipu daya Ashabus Sabt (kaum Yahudi yang melanggar larangan menangkap ikan di hari Sabtu) atau lebih parah. 

Aku mengajak orang yang menyelisihi aku kepada salah satu dari empat hal, yaitu kepada Kitab Allah, atau kepada sunah Rasul-Nya shallallahu 'alaihi wa sallam, atau kepada ijmak ahli ilmu; maka jika ia membangkang, aku mengajaknya kepada mubahalah (sumpah laknat), sebagaimana Ibnu 'Abbas mengajak kepadanya dalam sebagian masalah waris, sebagaimana Sufyan dan al-Auza'i mengajak dalam masalah mengangkat kedua tangan (dalam salat), serta para ulama selain mereka. 

Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Semoga selawat serta salam senantiasa tercurah kepada Muhammad dan keluarganya.

Penerjemah: Febby Angga

Posting Komentar