Empat Belas Masalah dalam Mengikuti Hawa Nafsu Manusia dan Meninggalkan al-Kitab dan as-Sunnah
Beliau — semoga Allah Subhanahu wa Ta'ala merahmatinya — juga berkata:
Pertama, mereka membolehkan Allah memerintahkan segala sesuatu dan melakukan segala sesuatu, namun mereka menyucikan-Nya dari hakikat nama-nama dan sifat-sifat-Nya, padahal tauhid tidak akan sempurna selain dengannya.
Kedua, mereka melarang membenarkan para rasul dalam apa yang mereka kabarkan dan mereka mengikuti para tagut mereka dalam hal yang menyelisihi akal dan naqal dan mereka berkata,
"Mereka lebih tahu."
Ketiga, mereka memberikan fatwa dengan membawa perkataan orang awam dalam akad-akad (perjanjian) kepada makna-makna bahasa yang ganjil (langka) yang tidak terlintas dalam benaknya dan mereka menyelewengkan firman Allah yang muhkam (jelas dan tegas) dan sabda Rasul-Nya yang terang dari maksud yang sebenarnya.
Keempat, mereka mengalihkan jawaban kepada orang yang telah meninggal atau menghilang, padahal dia lebih jauh dari mereka dalam keraguan.
Kelima, mereka mengaku memiliki ilmu dan pengetahuan yang sempurna dan menyeluruh, namun mereka dengan jelas menyatakan bahwa mereka tidak memahami satu kalimat pun darinya (al-Qur'an atau as-Sunnah).
Keenam, mereka memastikan kebenaran ijmak dan mengkafirkan orang yang menyelisihinya dan mereka berkata,
"Mazhab kami berbeda dengannya, padahal ia lebih bijaksana."
Ketujuh, ilmu yang diwajibkan atas mereka, mereka haramkan untuk mencarinya, dan ilmu-ilmu mereka yang mereka tekuni, sebaik-baiknya kondisinya adalah yang diharamkan untuk ditanyakan kepada mereka.
Kedelapan, mereka berbicara dengan perkataan yang mengimplikasikan pengetahuan yang meliputi ilmu dan hikmah Allah dalam ciptaan dan perintah-Nya, dan apa yang mereka sangka menyelisihi hikmah, mereka berkata,
"Allah tidak melakukannya karena hikmah, tetapi karena kehendak semata."
Jika mereka melihat dari para tagut mereka sesuatu yang menyelisihi kaidah-kaidah yang telah mereka tetapkan, maka mereka menyerah kepada mereka dan berkata,
"Mereka lebih tahu."
Kesembilan, kemudian mereka saling bertentangan. Mereka berbicara tentang syariat-Nya dengan alasan yang batil dan mereka mengada-adakan di dalamnya apa pun yang mereka kehendaki.
Kesepuluh, mereka berbicara tentang kemaksuman para nabi dengan perkataan yang membuat orang berakal tertawa dan mereka memperluas pembicaraan tentangnya serta menjadikannya sebagai pembahasan khusus dalam karya tulis, sedangkan jenis kemaksuman yang telah disepakati oleh para ulama - yaitu bagian dan jatah mereka (para nabi) -, mereka tidak memperhatikannya, bahkan mereka mengharamkan untuk memperhatikannya. Sekalipun perkataan mereka dalam hal pertama benar, maka tidak ada kaitannya dengan mereka.
Kesebelas, mereka berkata,
"Prinsip-prinsip yang menyebabkan kafirnya orang yang menyelisihinya adalah prinsip-prinsip yang diketahui dengan akal, sedangkan yang tidak demikian adalah masalah-masalah syar'iyyah (hukum-hukum agama)."
Ini adalah kontradiksi karena kekafiran adalah mengingkari hal-hal yang bersifat sam'iyyat (berdasarkan wahyu) dan hal itu tidak diketahui selain dengannya (wahyu).
Barang siapa merenungkan hal ini, maka dia akan mengetahui bahwa mereka lebih buruk daripada kaum Khawarij, yang mengaitkan kekafiran dengan menyelisishi al-Qur'an, tetapi mereka keliru.
Sedang orang-orang yang mengaitkannya dengan selain al-Qur'an, maka para salaf sepakat bahwa perkataan mereka lebih buruk daripada perkataan kaum Khawarij, dan mereka melakukan empat dosa besar bersamanya:
Pertama, menolak nas-nas para nabi.
Kedua, menolak apa yang sesuai dengannya dari akal.
Ketiga, menjadikan apa yang menyelisihi nas-nas sebagai prinsip-prinsip agama.
Keempat, mengafirkan, atau menfasikkan, atau menyalahkan orang yang menyelisihinya dan mengikuti para nabi, padahal kita diperintahkan untuk merenungkan al-Qur'an, dan hal itu tidak mungkin terjadi, kecuali jika al-Qur'an itu jelas. Adapun jika ia mengandung banyak makna dan maksudnya tidak dijelaskan, maka tidak mungkin untuk direnungkan.
Oleh karena itu, engkau dapati orang yang mengakuinya telah mencakup perkataan mereka dari kebatilan sesuatu yang tidak diketahui selain oleh Allah, bahkan di dalamnya terdapat kedustaan dalam hal-hal sam'iyyat, sebagaimana kedustaan dalam hal-hal 'aqliyyat, bahkan ujung urusan mereka adalah kepada paham Qaramithah dalam hal-hal sam'iyyat dan paham sofisme (aliran filsafat yang menggunakan logika palsu) dalam hal-hal 'aqliyyat; dan inilah akhir dari setiap Ahlul Bid'ah (orang yang membuat bidah) yang menyelisihi sesuatu dari Al-Qur'an dan as-Sunnah, bahkan dalam masalah-masalah praktis dan persoalan-persoalan fikih.
Kedua belas, tauhid menurut mereka adalah mengingkari sifat-sifat kesempurnaan dan sifat-sifat keagungan (Allah), sedang syirik adalah menetapkannya; dan agama mereka adalah menjadikan para pembesar mereka sebagai tuhan-tuhan selain Allah.
Ketiga belas, mereka mengklaim bahwa mereka tidak mengagungkan mereka selain karena Allah, kemudian mereka meremehkan-Nya dan mencela-Nya dengan celaan yang tidak pernah dicelakan oleh seorang pun dari manusia.
Keempat belas, mereka mengklaim bahwa perbuatan mereka adalah pengagungan dan penghormatan kepada para nabi dan orang-orang saleh, padahal dengan itu mereka mendustakan mereka, mengafirkan mereka, dan menganggap bodoh orang yang membenarkan dan beriman kepada mereka; dan ini, serta yang sebelumnya, termasuk keajaiban yang paling menakjubkan!
Penerjemah: Febby Angga
Posting Komentar