Kewajiban Menaati Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan Mengikutinya dengan Apa yang Beliau Bawa

Kewajiban Menaati Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan Mengikutinya dengan Apa yang Beliau Bawa

Dan beliau — semoga Allah Subhanahu wa Ta'ala merahmatinya — memiliki tulisan lainnya ssbagai berikut:

Permasalahan pertama, maksudku adalah rasul ini, yang Allah jadikan sebagai penutup para nabi dan rahmat bagi semesta alam, apakah beliau memerintahkan pemurnian doa hanya kepada Allah semata dalam semua ibadah dengan meninggalkan seruan kepada penduduk bumi dan langit ataukah justru beliau mewasiatkan umatnya agar berdoa (meminta-minta) kepada orang-orang saleh, bernazar untuk mereka, dan menggantungkan diri kepada mereka?! 

Telah maklum diketahui bahwasanya beliau memerintahkan pemurnian doa hanya kepada Allah dan memerintahkan pengafiran  terhadap orang yang berdoakepada selain-Nya serta memerintahkan untuk memeranginya. 

Dalil-dalilnya banyak. Di antaranya adalah pengakuan seluruh ulama, baik yang setuju (dengan dakwah penulis) maupun yang menentang.

Permasalahan kedua, jika ini telah sahih dan telah diketahui jalan Nabi yang berbeda dari jalan kaum musyrikin, apakah cukup hanya mengakuinya dan mencintainya?! Ataukah harus mengikutinya (ittiba') meskipun kaum musyrikin membencinya? Maka jika memang harus mengikutinya, maka termasuk dari bentuk ittiba' (mengikuti) adalah engkau tidak memberikan mawaddah (kasih sayang/kecintaan) kepada orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, meskipun ia kerabat terdekat.

Permasalahan ketiga, bahwasanya termasuk dari bentuk mengikutinya adalah menaatinya dalam firman-Nya yang memerintahkan taat kepadanya,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الأَمْرِ مِنْكُمْ
"Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul, dan ulil amri di antara kamu." [QS. an-Nisa': 59]

Permasalahan keempat, termasuk dari sikap mengikutinya (ittiba') adalah menaatinya dalam firman-Nya yang memerintahkan berhukum kepadanya,

وَإِذَا دُعُوا إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ لِيَحْكُمَ بَيْنَهُمْ إِذَا فَرِيقٌ مِنْهُمْ مُعْرِضُونَ وَإِنْ يَكُنْ لَهُمُ الْحَقُّ يَأْتُوا إِلَيْهِ مُذْعِنِينَ أَفِي قُلُوبِهِمْ مَرَضٌ أَمِ ارْتَابُوا أَمْ يَخَافُونَ أَنْ يَحِيفَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ وَرَسُولُهُ بَلْ أُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ إِنَّمَا كَانَ قَوْلَ الْمُؤْمِنِينَ إِذَا دُعُوا إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ لِيَحْكُمَ بَيْنَهُمْ أَنْ يَقُولُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
"Dan apabila mereka dipanggil kepada Allah dan rasul-Nya, agar rasul menghukum (mengadili) di antara mereka, tiba-tiba sebagian dari mereka menolak untuk datang. Tetapi jika keputusan itu untuk (kemaslahatan) mereka, mereka datang kepada rasul dengan tunduk patuh. Apakah (ketidakdatangan mereka itu karena) dalam hati mereka ada penyakit, atau (karena) mereka ragu-ragu ataukah (karena) takut kalau-kalau Allah dan rasul-Nya berlaku zalim kepada mereka? Sebenarnya, mereka itulah orang-orang yang zalim. Sesungguhnya jawaban oran-orang mukmin, bila mereka dipanggil kepada Allah dan rasul-Nya agar rasul menghukum (mengadili) di antara mereka ialah ucapan, 'Kami mendengar, dan kami patuh.' Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung." [QS. an-Nur: 48-51]

Wallahu a'lam.

Penerjemah: Febby Angga

Posting Komentar